Konten [Tampil]
Kaleng sarden, kaleng susu, batu, kerikil dedaunan dan air adalah benda-benda yang sangat akrab dengan kami generasi 90-an, yah masa-masa itu adalah masa-masa kecil yang sangat akrab dengan alam.
Kami lahir tanpa adanya gadget, jangankan gadget satu-satu nya permainan yang berbau teknologi adalah gimbot itu pun sangat sederhana hanya menyusun balok balok. hhh
Hutan di belakang rumah Ayah |
Ingatanku melayang pada 20 tahunan silam, dimana hampir setiap hari selepas pulang sekolah kami pergi ke pinggir hutan.
Hutan kecil tempat kami bermain memang indah, indah dalam pandangan kami saat itu. Aneka permainan alam mengisi hari-hari pulang sekolah hingga petang menjelang.
Pepohonan perdu banyak sekali yang bisa dijadikan tempat berkumpul, mencari tempat berteduh, mencari ranting tua yang biasanya menjadi kayu kering untuk dapat kami bawa pulang. Kayu kering itu akan digunakan sebagai kayu bakar memasak air.
Pernah suatu ketika kayu bakar yang kukumpulkan terlalu banyak sehingga ketika di masukkan ke dalam bronang (keranjang) tempat mengangkut kayu bakar kepenuhan hingga menjunjung tinggi tapi karena sudah capek mengumpulkannya akhirnya kayu kayu bakar yang sudah di potong sama panjang tersebut akhirnya dipaksakan juga masuk ke dalam bronang. Ternyata tubuh kecilku saat itu tidak mampu mengangkatnya sehingga baru beberapa langkah memanggul bronang sudah sempoyongan dan terjatuh.
Kayu bakar seperti Leban, adalah jenis kayu bakar favorit menjadi incaran kami. Kelebihannya kayu Leban sangat disukai api, tahan lama dan tidak berat. Di dalam hutan, kami tahu betul dimana pohon Leban yang hidup di hutan diantara beratus jenis pohon yang hidup di dalam hutan. Kalau tidak ketemu kayu Leban maka jenis kayu lainnya juga kami ambil seperti kayu gadis, kayu api, dll. Dalam ingatanku kami hampir mengenali jenis kayu hanya dengan melihat jenis daun atau buahnya saja.
Pada musim-musim tertentu seperti musim buah, banyak jenis buah hutan yang kami temukan menjadi incaran. Seperti buah Bangan, buah ini rasanya mirip kacang tanah. Di sangrai diatasi pasir panas kalau mau mengolahnya. Pohonnya besar dan rindang namun buahnya kecil-kecil bergerombol. Buah yang diambil adalah buah yang sudah tua.
Cara mengambil buahnya adalah dengan menggoyang-goyangkan dahannya nanti buah yang sudah tua akan rontok ke tanah.
Jadi, kalau lagi musim buah Bangan kami serombongan akan janjian pergi ke hutan membawa peralatan seperti karung, bronang, parang dan air minum. Kalau hari Minggu bahkan bisa sampai sore hari kami akan memunguti buah bangan yang berjatuhan.
Karena buahnya kecil-kecil jadi mesti jeli melihat buah Bangan yang jatuh ke tanah karena warnanya hampir menyerupai tanah, ukuran buahnya tak lebih dari seukuran jempol tangan orang dewasa.
Nah karena bentuknya yang kecil-kecil kami mesti bersabar mengumpulkan Bangan sampai satu bronang penuh atau satu karung.
Kami mesti tahu kemampuan diri soalnya buah Bangan tergolong buah yang berisi atau berat. Satu karung mesti diangkat oleh dua orang atau lebih.
Setelah buah Bangan di kumpulkan ke dalam karung dan bronang, biasanya kami melanjutkan dengan mencari buah Karamuting. Buah ini hidup liar di hutan muda yang tak berapa lama ditelantarkan. Buah karamuting rasanya manis, bentuknya persis seperti putik jambu air namun kulitnya tipis dan memiliki biji kecil-kecil,berwarna hijau jika sudah matang berwarna kemerahan.
Bentuk pohon karamuting adalah perdu. Dalam satu pohon terdapat beribu buah yang bergerombol di satu tangkai. Namun jika matang tidak bersamaan jadi kita mesti memilih buah buah yang sudah kemerahan di setiap tangkainya satu persatu.
Alam desa sangat indah untuk dilupakan buah-buahan alam tak pernah berhenti memberi rezeki bagi kami. Bila musim buah tiba kami sangat berbahagia dengan hadirnya buah Bembam, Rambutan, Tupak, Durian dan Manggis, buah-buah yang bisa ditemukan sepanjang masa juga banyak sekali di desa kami ada Jambu klutuk, pisang aneka jenis hingga buah-buahan liar seperti seletup, seris.
Sungguh jika dilihat dari kandungan gizi tak kalah dengan buah buahan impor yang banyak dijual di toko buah. Kami tidak kekurangan gizi buktinya anak anak seusia kami banyak juga yang sukses di kemudian hari, Ada yang menjadi guru, polisi, bahkan profesi bergengsi semacam pilot dan dokter pun ada.
Sungguh jika dilihat dari kandungan gizi tak kalah dengan buah buahan impor yang banyak dijual di toko buah. Kami tidak kekurangan gizi buktinya anak anak seusia kami banyak juga yang sukses di kemudian hari, Ada yang menjadi guru, polisi, bahkan profesi bergengsi semacam pilot dan dokter pun ada.
Inilah permainan masa kecil yang kurindukan berbaur bersama alam selalu menjadi bagian dari alam dan mengambil manfaat dari alam secara langsung.
Jika lelah memunguti buah-buahan liar kami akan berlarian menuju sungai mandi dan bermain di sana, lompat dari jembatan bambu atau dari akar pohon yang ada di pinggir sungai.
Sesekali jika bertemu dengan ikan-ikan kecil, kepiting dan udang ataupun siput kami akan bawa pulang dan bermain masak-masakan.
Sungguh aku sangat merindukan semua masa kecil kami yang indah, masa kecil yang tak pernah kenal es krim Walls, MC Donald, fun city, atau smartphone. Kami hanya tau bermain sepanjang hari. Entah kenapa orang tua kami jarang mengusili kami bermain.
Musim buah dan hujan yang selalu kami rindukan agar bisa bermain becek becekan tanpa khawatir badan sakit.
Musim buah dan hujan yang selalu kami rindukan agar bisa bermain becek becekan tanpa khawatir badan sakit.
Begitulah peristiwa yang tak terlupakan yang kurindukan saat ini, kesulitan dan tantangan masa kecil sangat kurindukan. Segala permainan alam dan suasananya membaur menjadi satu.
Rinduku...
Rinduku...
No comments
Terimakasih ya, telah berkunjung di blog saya. Bila ada waktu luang saya sempatkan berkunjung balik. Semoga silaturrahim kita terjalin indah.